Nama saya Lisdha Zumayanti. Saya tinggal
di dusun Air Batu, kecamatan Membalong, kepulauan Belitung. Saya berasal dari
keluarga yang sederhana, dari dua bersaudara dengan adik laki-laki yang super
bawel yang bernama Zondi Riga Herbawanta. Tapi walaupun begitu saya sangat
sayang keluaga. Saya di didik dengan didikan yang lumayan keras, bapak saya
termasuk orang yang lumayan tegas dengan anak-anaknya, apalagi dalam hal
pendidikan. Tapi saya mengerti dibalik didikannya yang keras dia punya tujuan
yang baik, yaitu ingin menajadikan anak-anaknya orang yang sukses. Orang tua
saya bertekad keras untuk menjadikan anak-anaknya agar sukses kelak. Sejak
kecil saya sudah punya cita-cita, saya bertekad ingin jadi seorang dokter. Umur
saya sekarang baru mau menginjak 19 tahun. Saya lahir tahun 1995, kelahiran
asli Air Batu.
Masa
Taman Kanak-Kanak
Pendidikan awal saya dimulai dari Taman
Kanak-Kanak (TK). Pada tahun 1999 saya masuk TK. Sejak itu saya berumur 4
tahun. Saya sekolah TK di Kecamatan Badau, nama Tk-nya adalah TK Pembina. saya
senang sekali waktu TK dulu, saya bisa berbaur dengan banyak teman. Waktu TK,
saya adalah seorang murid yang rajin, guru saya pun sangat senang dengan saya.
Nama guru TK saya adalah ibu Poni. Saya ingat betul ketika ibu Poni memberikan
pujian kepada saya berupa kata-kata, tapi saya lupa kata-katanya apa. Itu
karena saya bisa mengerjakan apa yang disuruh ibu Poni, sedangkan teman-teman
yang lain tidak ada yang bisa. Karena pada saat itu saya salah satu murid yang
lumayan pintar dikelas. Setiap pagi ibu saya selalu mengantarkan saya ke
sekolah TK, menggunakan sepeda yang sederhana. Jarak TK dari rumah saya waktu
itu lumayan jauh, kurang lebih 3 km. terkadang bergantian bapak yang mengantar
saya, tapi lebih sering sama ibu. Aku ingat sekali, dulu waktu TK aku sering
datang paling pagi ke sekolah TK. Anak-anak yang lain belum satupun yang
datang, aku sudah datang. Dan itupun hampir setiap hari terjadi. Tapi ibuku
tetap setia menunggu hingga guruku datang. Ketika ibu Poni sudah datang barulah
ibuku pulang. Saya termasuk anak yang cengeng dan manja, juga pemalu. Saya
masih ingat sekali dulu. Ketika pulang TK. Teman-teman semua sudah pulang
dijemput orang tuanya, tapi orang tua saya belum datang untuk menjemput.
Kebetulan ibu Poni belum pulang, lalu beliau mengajak saya untuk pulang sama
beliau. Karena kebetulan rumah kita satu arah, dan lumayan berdekatan. Dengan
nada pelan, suara kecil dan gelengan kepala saya menolak ajakan ibu Poni itu.
Beberapa kali ibu Poni tetap memaksa mengajak saya pulang dengannya, tapi saya
tetap tidak mau. Saya tetap akan menunngu orang tua saya menjemput. Karena
sifat malu saya tadi, makanya saya tidak mau. Tahun 2000 saya selesai sekolah
TK, dan sekolah TK saya berakhir sangat menyenangkan. Karena saya dapat gelar
sebagai murid terbaik di kelas diantara teman-teman yang lain. Saya sangat
senang sekali waktu itu dan saya melihat senyum indah terukir diwajah orang tua
saya.
Setelah selesai sekolah TK saya
melanjutkan sekolah SD di SD Negeri 13 Membalong. Pada saat saya masuk SD orang
tua saya bersama dengan saya pindah tempat tinggal ke Air Batu. Alasan kenapa
kita pindah saat itu karena ingin tinggal dekat dengan nenek dan kakek yang ada
di Air Batu. Saat pindah rasa sedih dan senang bercampur jadi satu, sedih
karena harus meninggalkan teman-teman akrab saya waktu dulu. Tetapi ada
senangya juga, karena akan sering bertemu dan tinggal bersama dengan kakek dan
nenek.
Masa
Sekolah Dasar
Saya masuk SD umur 5 tahun. Saya sudah
dibolehkan masuk SD dengan umur 5 tahun dengan alasan karena saya sebelumnya
sudah TK. Jadi mereka berpikir saya sudah bisa membaca dan menulis. Waktu SD
saya kembali memiliki teman yang baru, entah bagaimana kabar teman lama saya
waktu TK. Saya sangat merindukan mereka. Pertama kali masuk SD masih sangat malu,
selain itu juga penakut. Karena itu pertama kalinya bertemu dengan teman-teman
baru lagi. Seiring berjalannya waktu saya mulai bisa berbaur dengan teman-teman
baru saya. Nama guru kelas saya waktu itu adalah Bapak Mansyur. Beliau adalah
seorang guru yang sayang sekali dengan anak muridnya, mengajar dengan tulus dan
sabar, meskipun saat itu anak didiknya sangat nakal-nakal, tapi beliau tak
pernah berkata kasar apalagi sampai main tangan dengan anak muridnya.
Sama halnya dengan waktu saya TK, kata
guru saya “saya termasuk anak dalam kategori pintar di kelas dibandingkan
dengan anak yang lainnya.” Namun bukan berarti teman-teman yang lain tidak
pintar dan tidak bisa. Ketika pembagian hasil belajar (raport), saya menjadi
juara kelas saat itu. Saya sangat senang sekali, tak disangka – sangka saya
dapat juara dengan nilai tertinggi di kelas. Ketika sampai di rumah, saya
langsung memberitahu orang tua saya kalau saya mendapat juara kelas, mereka
tersenyum bangga melihatnya anaknya menjadi juara kelas.
Setelah naik ke kelas 2, SDN 13
Membalong dipisah menjadi 6 sekolah, yaitu SD Membalong 1, 2, 3, 4, 5 dan
Inpres. Kebetulan saya kena pemindahan ke SD Membalong Inpres. Akhirnya, karena
orang tua beranggapan bahwa guru-guru yang terbaik itu berada di SD Membalong
1, maka saya dipindah kembali ke SD Membalong 1. Guru kelas 2, bernama ibu Yuni,
orangnya cukup pendiam dan penyabar. Banyak pengalaman-pengalaman kecil disini,
termasuk kegiatan-kegiatan yang “mendebarkan dan menakutkan”, yaitu mengunjungi
“gudang” sekolah. Banyak cerita-cerita beredar bahwa gudang tersebut berhantu,
ada sumur tua di dalamnya, dan lain-lain yang tentu saja membuat takut
sekaligus penasaran untuk anak SD.
Kelas 3,
diasuh oleh seorang Bapak guru, nama beliau Bapak Ali. Menurut saya beliau
adalah seorang guru yang memiliki talenta luar biasa, mengajar dengan penuh
kesabaran, beliau tak pernah kasar dalam mengajar, beliau selalu mengerti
dengan kondisi anak SD yang cenderung masih senang bermain. Di kelas 3 ini saya
sangat senang bermain voli, bahkan
merupakan atlet voli. karena begitu tekunnya dalam bermain voli, saya
dikirim ke provinsi untuk mewakili SD saya. Senang sekali, karena sudah lama
saya mengharapkan untuk bisa ikut tanding voli. Dan satu hal yang tak disangka
pada saat itu saya pernah mendapat juara 2 se-provinsi.
Pada masa SD
ini sepertinya badai ekonomi mulai menghantam keluarga. Selama 6 tahun, hampir
bisa dihitung dengan jari, ibu memberikan uang jajan maupun uang untuk
transportasi saya. Masih segar dalam ingatan, kotak bekal yang diberi serta
kotak air putih yang dibawa setiap hari. Isinya kadang nasi dengan ikan, atau
nasi dengan telur mata sapi. Atau kadang roti dengan telur mata sapi. Kalau jam
istirahat tiba, saya pasti menjauh ke gedung SD Membalong Inpres dan makan di
pojokan, karena takut dimintai oleh teman-teman (soalnya kalau diminta pasti
tidak akan cukup). Kadang melihat teman belanja di warung, terasa amat ngiler
tapi apa daya tidak ada uang di kantong. Kalaupun ada, cuman dengan pesan yang
amat kuat, hanya digunakan kalau terpaksa. Jadi menikmati makanan hanya kalau
diberi teman atau dibayarkan.
Kelas 4,
mulai merasakan kerasnya hidup, karena biaya antar jemput juga cukup terasa,
ibu dalam kondisi mengandung adik saya, akhirnya saya mengajukan diri untuk
berjalan kaki saja pulang pergi ke sekolah. Yah, memang tidak terlalu jauh,
sekitar 1 sampai 1,5 Km saja dari rumah, tapi untuk ukuran anak SD itu cukup
lumayan. Kalau hujan, dengan menggunakan mantel hujan dan sepatu dimasukkan
dalam kantong plastik, tetap berjalan kaki menembus derasnya hujan.
Kelas 5, saya
menemui guru yang paling berkesan, yaitu Bu Zuriah, selama 2 tahun sampai kelas
6 beliau terus mengajar saya. 1 pelajaran yang paling berkesan dan yang paling
berharga adalah pelajaran matematika yang dibawakan oleh beliau. Saat
teman-teman secara sembunyi-sembunyi sudah menggunakan kalkulator (dimana saat
itu hanya dimiliki maksimal 3 orang saja, karena harganya selangit menurut
kantong anak SD), juga oleh beliau sangat haram digunakan di kelasnya. Beliau
selalu berkata “Tuhan menciptakan jari kalian berjumlah 10 itu ada maksudnya,
juga Tuhan menciptakan otak kalian itu ada maksudnya, maka gunakanlah jari dan
otak kalian untuk menghitung.” 1 istilah yang beliau gunakan untuk istilah
“mencongak” adalah “komputer otak” dimana komputer saat itu adalah sebuah benda
yang hanya ada di alam mimpi. Otak saya amat terasah pada kelas 5 dan 6 ini,
dimana perhitungan-perhitungan harus dilakukan tanpa kalkulator, kertas dan
pensil. Baru boleh menggunakan pensil dan kertas untuk perhitungan yang cukup
rumit. Doa terus saya panjatkan untuk ibu guru Zuriah dimanapun beliau berada
sekarang. Saya tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini tanpa Beliau.
Pada masa SD
ini rupanya bakat seni saya muncul. Tak tau bagaimana, tiba-tiba ditunjuk
menjadi anggota paduan suara. Akhirnya sukses dengan tampil dalam pergelaran
seni SD saya. Selain kisah-kisah diatas, rupanya penyakit lumayan parah
menyerang saya juga diwaktu SD ini. Dimulai dengan batuk yang berkelanjutan
hingga 3 bulan lamanya sampai dengan flu yang tidak pernah berhenti. Akhirnya,
pada saat di periksa, dokter memvonis, kena Bronchitis dan dengan konsekuensi,
tidak boleh ikut semua pelajaran olahraga, tidak boleh mandi malam, kedinginan
dan lain-lain. Akhirnya selama 2 minggu, setiap 2 hari sekali, pada jam
istirahat sekolah, saya harus ke Rumah Sakit Alma untuk suntik Penicilin. Masih
teringat setiap 2 hari sekali bergiliran pantat kiri dan kanan disuntik. Penyakit
flu, rupanya diakibatkan karena alergi debu, maka sukses juga setiap bulan ke
dokter THT untuk dibersihkan. Masih ingat perasaan gak enak saat kapas
dimasukkan ke dalam hidung untuk dibersihkan. Tapi alhamdulillah sekarang ini
penyakit itu sudah tak ada lagi berkat periksa ke dokter secara teratur. Selain
itu saya juga tidak ada kendala lagi untuk melakukan olahraga.
Itulah kisah
jaman SD yang penuh lika-liku, selama SD dari kelas 1 hingga kelas 6 saya
selalu menjadi juara kelas, dan itu akan saya pertahankan untuk tingkat SMP.
Dan kisah di SD ini diselesaikan dengan EBTANAS, saya lulus dengan NEM 42,51
(lumayan untuk 5 mata pelajaran).
Masa Sekolah Menengah Pertama
Babak baru
kehidupan dimulai. Mulai dengan kesana-kemari mengajukan pendaftaran SMP sampai
ngurus berkas kiri kanan. Di Simpang
Rusa, ada 2 sekolah yang dinyatakan favorit, yaitu SMP Negeri 1 dan SMP Negeri
3. Berhubung standar NEM di SMP 3 lumayan tinggi, yaitu 43,00 maka saya
didaftarkan di SMP Negeri 1, Jl. Raya Simpang Rusa. Kenapa di sekolah ini ?
Karena rupanya selain favorit juga ibu dan saudara-saudara saya sebagian besar
lulusan dari sekolah ini.
Masa-masa
sulit berlanjut disini. Sambil mengurus adikku yang kecil, ibu mulai berjualan
es, baik es batu, es lilin maupun es kue.
Masih teringat jelas bagaimana setiap jam 4 sore ibu ke pasar, membeli
bahan-bahan es, terdiri dari plastik, tepung hunkwe, gula, perasa dan pewarna.
Jam 6 sore mulai memasak air untuk es tersebut (Kami tidak pernah menggunakan
air mentah, karena ibu sangat memperhatikan kesehatan) dan memasukkan es ke
dalam plastiknya. Disini saya sering membantu untuk mengikat plastik-plastik
tersebut dengan karet gelang dan memasukkan ke dalam freezer. Jam 12 malam ibu
selalu membalik es tersebut, agar manisnya merata tidak berkumpul di bagian
bawah saja. Jam 3 atau 4, es kue yang harus dibalik. Jam setengah 6 memasukkan
es tersebut ke dalam termos es.
Saya setelah
mandi dan bersiap ke sekolah dengan berpakaian sekolah membawa 2 termos es,
termos yang satu dititipkan di SD N 9 Lassar dan yang satunya lagi saya bawa ke
sekolah. (kadang naik angkot dan kadang berjalan kaki) dengan jarak 2 Km dari
rumah. Pada masa-masa ini, sepeda keranjang sedang marak-maraknya, kadang iri
melihat anak-anak lain berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda,
sedangkan saya jalan kaki dengan menenteng termos es. Setelah menitipkan termos
es tersebut kepada sepupu yang menjual es di SD itu, saya melanjutkan berjalan
kaki ke sekolah.
Kebiasaan
membawa bekal masih berlanjut sampai SMP, tapi dari hasil menjual es, kadang
ada Rp. 500 – 1000 yang bisa dibawa. Itu digunakan untuk membeli Ubi Kayu kalau
sedang tidak membawa bekal. Makan mie bakso adalah hal yang luar biasa langka,
karena harganya yang lumayan tinggi (Rp. 2500) dan biasanya hanya terjadi kalau
ditraktir oleh teman. Sepulang
sekolah, biasanya singgah ke taman bacaan (namanya taman bacaan Indah), karena
memang saya hobi membaca, dengan Rp. 500 – 1000 bisa membawa pulang buku cerita
5 sekawan. Tapi biasanya saya membaca buku dulu disana menunggu waktu pulang
anak-anak SD. Setelah jam 1 atau setengah 2, kembali ke SD N 9 Lasaar tadi
untuk mengambil termos es yang kosong, dan melanjutkan berjalan kaki ke rumah. Sampai di rumah, saya mencuci termos
es dan mengisi dengan yang baru serta menjajakan es keliling. Es...essss…..esssss
siapa mau beli esssssss.
Ngomong-ngomong
soal hobi, hobi membaca saya sepertinya tumbuh dengan amat subur di masa SMP
ini. Berhubung TV dirumah hanya hitam putih, fisik yang agak sulit untuk
bermain secara fisik dengan teman-teman lain,
maka pelarian utama adalah membaca. Sampai selalu dijuluki “kutu
buku.” Kalau ke rumah sepupu yang
sudah SMA, yang pertama dicari adalah koran , majalah atau malah buku pelajaran
mereka. Pada saat ini juga saya
menjadi anggota perpustakaan wilayah, dimana rutinitas meminjam buku setiap 3
hari sekali (untung karena gratis) selalu dilakukan. Satu prestasi yang cukup
membanggakan, adalah pernah mejadi Juara 2 Lomba Minat Baca se-Propinsi Bangka
Belitung.
Lika-liku
hidup mulai terbangun sejak di SMP ini, dan saya mulai terbuka dengan kondisi
ekonomi dan kondisi sekitar keluarga. Disinilah saya belajar banyak untuk tidak
terlalu banyak menuntut apa-apa, disinilah saya belajar untuk menghargai apa
adanya. Guru yang saya ingat hanya
beberapa, yaitu Guru Bahasa Inggris (yang berhasil membuat pelajaran Bahasa
Inggris menjadi amat menyenangkan), Guru Olah Raga (Pak Tri Nugroho, yang
paling mengerti dengan anak muridnya) dan guru Tata Boga yang bernama Ibu Yulianti,
yang mengajar membuat kue di rumahnya, menyuruh anak-anak membawa rantang/panci
besar, dan akhirnya setiap anak hanya memperoleh 1 potongan kecil.
Sama halnya
pada saat di SD, saya selalu menjadi juara kelas di SMP. Dan itu akan saya
pertahankan lagi untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan di SMP
ditutup dengan EBTANAS dan dengan NEM 46,20. Memang tidak sebaik di SD, tapi
pada zaman itu sudah cukup tinggi dan memperoleh juara Umum 2 di SMP Negeri 1
Simpang Rusa.
Masa Sekolah Menengah Atas
NEM 46,20
rupanya cukup ampuh untuk menembus beberapa SMA di Tanjungpandan, tapi
pengalaman hidup yang telah saya alami memberikan sebuah keputusan bahwa saya
tetap harus kuliah. Jadilah saya masuk SMA Negeri 2 Tanjungpandan. Dan mulai
dengan segala yang baru dan suasana yang juga baru. Masa-masa yang penuh dengan
pengalaman baru, kini telah kulewati. Dan bersiap untuk memulai jenjang
perkuliahan. Singkatnya cerita ini akan saya mulai.
Sekolah
Menengah Atas, jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari SMP, dan disinilah
saya memulai banyak pengalaman baru yang takkan bisa saya lupakan. Begitu lulus
dari Sekolah Menengah Pertama, saya pun menentukan pilihan Sekolah lanjutan yang
tidaklah mudah. Dengan Nilai kelulusan yang cukup baik pada saat itu, saya
merasa cukup siap untuk memilih SMA di Tanjungpandan.
Memasuki
gerbang SMAN 2 Tanjungpandan, Masa Orientasi Siswa (MOS) dimulai dengan hati
berdebar-debar. Awal upacara pembukaan, saya ditunjuk sebagai salah satu siswa
perwakilan untuk memulai MOS secara simbolis. Kaget ! mengapa saya ? mengapa
bukan yang lain ? Saya ditunjuk oleh seorang kakak kelas yang bernama "Eka",
Salah seorang kakak kelas OSIS yang sangat pintar Bahasa Inggris. Tahu apa yang
terjadi? Buruk sekali baris-berbarisku pada masa itu, tidak ada basic skill
baris berbaris, tapi dia bilang "masih pertama kali ini, nanti juga
bagus". Setidaknya bisa menghiburku pada saat itu, walau memalukan.
Kemudian hari-hari awal MOS, saya berkenalan dengan
sejumlah teman. Ingat sekali saya, berkenalan dengan Desi Aryani, anak yang
saya kira awalnya asal-asalan, ternyata memang diam-diam pintar. Memandang ke
bangku lain, dengan Rahmat Aji atau biasa dipanggil 'Mamat', sahabat yang duduk
disebelah Olganiza. Begitupun dengan yang lainnya. Ada Taufik Ismail (topik)
yang dari awal kelihatan seperti orang pintar, dan ternyata memang pintar. Dan
Aulia Melani yang suka sekali sama game dan segala hal berbau komputer.
Kemudian sampailah pada hari Pemilihan Ekstra kurikuler. Kebetulan Ekstra kurikuler
yang ada di SMA N 2 Tanjungpanda cukup banyak. Dan pilihan pada waktu itu wajib
2 pilihan, yang padahal nyatanya tidak sejalan dengan apa yang kita pilih.
Saya
memilih PMR dan KIR. Kenapa pilih PMR ? berbeda dengan 2 ekstra kurikuler lainnya,
yaitu Pramuka dan PASKIBRA. Dan saya memilih KIR, kenapa ? Saya rasa KIR cukup
menyenangkan. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata saya mulai malas buat
ikut ekstra kurikuler yang banyak maunya tapi anggotanya ternyata tidak tahu
kemana sebenarnya ekstra kurikuler itu berorientasi. Anggota yang jarang datang
hilang begitu saja membuat saya ikut menghilang. Lama kelamaan, saya pun lepas
dari PMR, namun masih berkutat dengan KIR.
17 Agustus, Hari Raya Kemerdekaan yang akan
dimeriahkan oleh penampilan dari PASKIBRA, saya ikut di dalam pasukan itu. Bagian
pasukan depan, kebetulan tinggi saya memenuhi kriteria. Dari situlah saya
memulai aktif di PASKIBRA, sampai pada kelas 11, saya terpilih menjadi ketua.
Tak pernah terpikirkan kalau saya akan seperti ini, dan secara tak langsung,
saya adalah bagian dari anggota OSIS. Menyenangkan karena teman-temanku
bertambah banyak seketika.
Di
masa Kelas 11, saya berkenalan dengan orang-orang baru di kelas 11 IPA 2,
terletak di paling pojok dekat WC. Berkenalan dengan sejumlah anak, disana terlihat
gerombolan anak dari X4 yang masih duduk bersama, begitupun yang lainnya duduk
secara berkelompok. Yogi Prasetio, anak yang bertubuh besar ini ternyata tidak
bisa diam. Selalu ada saja yang dilakukannya. Masih ingat sekali kalau dulu dia
jago sekali ngomong. Adapula Aryo Putra yang juga sama tidak bisa diam, sukanya
lari-lari tidak jelas dikelas. Dan lagi, ternyata dikelas ini saya masih
sekelas dengan Topik, Mamat, Olganiza dan lainnya.
Kemudian
di masa kelas 12, tetap saya berada di kelas 12 IPA 2. Bersama dengan teman-teman
dari 11 IPA 2 yang lalu. Tidak ada yang berubah strukturnya. Hanya perubahan ketua kelas, dari Aryo menjadi daniel. Kelas super gila ini tidak berbeda dengan
kelas-kelas lain, namun kadang menyebalkan sekali ketika kita dihadapkan dengan
para guru-guru yang selalu membanding bandingkan antara murid yang satu dengan
yang lainnya. Sungguh menyenangkan berada dikelas ini, karena setiap harinya
selalu saja ada bahan untuk tertawa.
Dan tibalah kami disaat-saat terakhir
perpisahan. Setelah melewati serangkaian Tes Masuk Universitas, Ujian Nasional,
beberapa dari kami sudah siap dengan universitasnya masing-masing. Namun bagi
yang belum, mereka masih harus mengikuti serangkaian tes lagi. Perpisahan yang
diadakan sekolah, bertempat di Gedung Serbaguna, Tanjungpandan,Belitung. Acara
tersebut cukup megah. Dan terakhir penutupannya begitu menyentuh. Namun
perpisahan bukan akhir dari segalanya. Tibalah pengumuman kelulusan, dimana
hari semua anak merasa deg-degan menanti hasil Ujian Nasional. Dan
alhamdulillah saya lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Mendapat peringkat
ke 4 dari 6 kelas, yang terdiri dari 3 kelas IPA dan 3 kelas IPS. Saya sangat
bangga, waaupun tidak menjadi 3 besar, tapi setidaknya masih 5 besar.
Nilai itu akan menjadi modal buat masuk
perguruan tinggi, karena saya punya tekad untuk melanjutkan kuliah di luar
pulau Belitung, yaitu ke Yogyakarta. Saat itu saya sempat mengikuti SNMPTN.
Universitas yang saya pilih ada 2, yaitu UGM dan UNY. Dimana di UGM saya
mengambil jurusan Ilmu Keperawatan dan di UNY saya ambil jurusan Pendidikan
Kimia. Setelah selesai tes, saya berharap saya bisa lolos di salah satu
Universitas yang saya pilih. Tapi takdir berkata lain, saat itu keberuntungan
belum memihak pada saya. Dari kedua Universitas yang saya pilih tak ada satupun
yang tembus.
Mendengar hal itu saya bergegas mencari
universitas lain, dan pada saat itu saya mendaftar di Universitas Ahmad Dahlan
dan memilih jurusan PGSD. Tanpa di tes, saya langsung bisa di terima di
Universitas ini. Akhirnya perjuangan saya dalam mencari Universitas berakhir di
UAD. Saya pun sudah harus siap untuk menetap di Yogyakarta, daerah Wirosaban
persis di belakang Kampus UAD 5. Walaupun harus berada jauh dari orang yang
saya sayang, saya harus tetap bersemangat! Dan akhir kata, untuk orang yang
saya cintai, "percayalah, karena aku akan selalu merindukanmu, dan kembali
untuk menemuimu."
Masa
Perkuliahan
Masa-masa
awal perkuliahan yang saya lalui di UAD sepertinya mirip dengan apa yang
dialami teman-teman saya yang berkuliah di kampus lain, bahkan sepertinya Masa
Orientasiatau Ospek yang saya alami di UAD tampaknya tidak seberat apa yang
dialami teman saya di kampus lain. Singkat cerita, Masa Orientasi selesai dan
saya ditempatkan di kelas 1E, di mana saya bertemu teman-teman yang serba unik
dan menyenangkan. Seperti kebanyakan orang, adaptasi adalah proses yang cukup
menyulitkan dan akan menentukan citra diri seseorang selama dia berada di dalam
lingkungan tersebut, hal itu pun berlaku bagi saya. Saya adalah seseorang yang
berkarakter pendiam dan pemalu, hal ini pun cukup menjadi penghalang tersendiri
bagi saya dalam bergaul dengan teman-teman sekelas. Setelah menjalani
perkuliahan selama satu minggu, saya mulai bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan kelas saya dan mulai dekat dengan beberapa teman. kuliah Konsep
Dasar Matematika dan pada saat itu perkenalan satu persatu, ternyata ada satu
orang mahasiswa yang juga berasal dari Belitung. Kemudian kita berkenalan dan
akhirnya dekat dan menjadi sahabat hingga sekarang. Ternyata, kuliah itu tidaklah sesantai yang
saya bayangkan. Banyak tugas-tugas yang harus dipenuhi, baik tugas-tugas yang
berasal dari dosen, maupun tugas-tugas yang lainnya. Dunia perkuliahan yang
saya jalani selama semester pertama ternyata cukup berat dan tidak sesuai
dengan khayalan saya selama ini. Meskipun demikian, terdapat berbagai hal dan
peristiwa yang berkesan bagi saya. Hal-hal yang berkesan tersebut cukup
menghibur saya di tengah-tengah kejenuhan yang sempat saya alami. Setelah
melalui semester pertama, saya baru menyadari bahwa ternyata segala kesulitan
yang saya alami selama ini cukup banyak memberikan manfaat bagi saya. Pada
semester pertama ini saya mendapat IP yang cukup memuaskan, yaitu 3,70. Itu
menjadi motivasi bagi saya untuk mempertahankan agar semester selanjutnya tidak
boleh turun bahkan harus naik dari itu. Melihat kondisi IP saya yang cukup
memuaskan, saya memutuskan untuk mendaftar beasiswa. Dan alhamdulillah saya lolos.
Uangnya saya gunakan untuk membiayai biaya makan pebulan.
Perkuliahan
semester dua dimulai. Dimana pada semester 2 ini akan sedikit lebih berat
dibandingkan semester 1. Semester kedua merupakan masa di mana sangat banyak
tugas yang harus dikumpulkan dalam waktu yang relatif cepat bagi saya. Tapi
saya tetap harus semangat karena saya berpikir tak ada yang tak bisa jika kita
mau usaha. Begitu banyak manfaat dan makna di balik setiap masa sulit yang saya
tempuh. Ketidaksesuaian antara khayalan saya selama ini tentang dunia
perkuliahan dengan kenyataan yang terjadi dalam dunia perkuliahan sesungguhnya,
sekarang dapat saya maknai sebagai suatu kenyataan yang harus saya tempuh
sekalipun berat dan menuntut banyak pengorbanan. Saya merasakan kepuasan
tersendiri setelah saya berhasil menuntaskan tugas-tugas berat tersebut. pada
semester 2 sedikit berita sedih yang saya alami, karena IP saya menurun drastis
dibandingkan dengan semester 1. IP saya saat itu 3,48. Itu membuat saya kecewa.
Untuk semester 2 saya tidak lagi memgajukan beasiswa.
Masuk ke
semester 3, saya tiba-tiba ingat dengan cita-cita saya yang sejak kecil ingin
menjadi seorang dokter. Tapi Allah berkehendak lain, mimpi itu tetunda. Saya
tidak bisa mengambil jurusan itu karena beberapa kendala terutama biaya. Miris
sekali, rasa kecewa terhadap orang tua pasti ada. Tapi apalah daya, saya hanya
bisa pasrah. Mungkin Allah sudah menggariskan kalau saya lebih pantas untuk
jadi guru SD. Itulah yang saya tanamkan dalam diri saya. Apalagi sekarang saya
kuliah sudah hampir setengah perjalanan. Saya harus menjalani keadaan saat ini
dengan sepenuh hati. Tetap sama di semester 3 ini tugas selalu setia menemani,
malah semakin bertambah dibandingkan dengan semester 1 dan 2. Tapi saya tak
putus asa, tugas saya kerjakan dengan sepenuh hati tanpa mengeluh. Karena saat
ini saya berpikir, yang namanya orang belajar, pasti dipenuhi dengan
tugas-tugas.
Saya memutuskan
untuk mulai bersikap positif dalam menjawab segala tantangan perkuliahan selama
3 tahun ke depan. Saya jadi teringat akan dua pepatah klasik yang mengatakan
“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu,
bersenang-senang kemudian” dan “Hidup adalah perjuangan”. Saya menyadari bahwa
setiap tantangan yang saya hadapi dalam dunia perkuliahan, meskipun itu berat,
namun pasti kelak suatu hari nanti akan kembali mendatangkan manfaat bagi saya
sendiri. Makna lainnya yang saya ambil sebagai salah satu pedoman hidup saya
juga dicerminkan seperti pepatah yang ke-2, selama saya masih hidup, maka saya
harus terus berjuang untuk menjawab tuntutan zaman, berjuang untuk meraih
impian saya, berjuang demi masa depan saya.
Sekian kisah kegagalan dan kesuksesan saya dalam belajar sejak saya kecil
hingga sampai saat ini, semoga kisah saya ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, khususnya bagi para mahasiswa yang mulai merasa jenuh dengan dunia
perkuliahan. Hati boleh jenuh, namun jangan sampai semangat dalam menggali ilmu
menjadi padam.
Hidup
tanpa kegagalan itu tidak akan bisa menemukan apa itu kesuksesan
Karena
kesuksesan yang paling besar dalam hidup adalah bisa bangkit kembali dari
kegagalan.
Jatuh itu
biasa, bangkit itu yang luar biasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar