BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Teori
pembelajaran merupakan penyedia panduan bagi pengajar untuk membantu siswa
didik dalam mengembangkan kognitif, emosional, sosial, fisik, dan spiritual.
Panduan-panduan tersebut adalah kejelasan informasi yang mendeskripsikan
tujuan, pengetahuan yang diperlukan, dan unjuk kerjaan itu penting. Hal ini
adalah untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia pendidikan. Ada dua
perubahan yang perlu diantisipasi, yaitu perubahan yang sifatnya sedikit demi sedikit
(piecemeal) dan yang bersifat sistemik (systemic). Jadi teori
pembelajaran itu penting sebagai suatu dasar pengetahuan yang memandu praktek
pendidikan: “bagaimana memfasilitasi belajar” dalam dunia pendidikan yang
senantiasa berubah, terlebih dalam cakupan yang sistemik.
Praktek
pembelajaran adalah suatu subsistem yang merupakan bagian dari sebuah sistem.
Jika dalam sebuah perjalanan, sistemnya berubah, maka subsistemmnya pasti
berubah, oleh karena masing-masing kebutuhan subsistem harus memiliki titik
temu dengan sistemnya supaya sistem tersebut dapat mendukung subsistem secara
berkelanjutan. Jadi perubahan sistemik yang terjadi pada sistem pembelajaran
mesti diikuti oleh perubahan sistemik pada subsistem teori pembelajaran.
Perubahan teori pembelajaran harus diikuti oleh perubahan paradigma
pembelajaran.
Alur
berpikir diatas terbangun dari sejarah perkembangan teori pembelajaran. Sebelum
para tokoh psikologi membangun dan menemukan teori belajar kognitif, terlebih
dahulu sudah terdapat beberapa teori pembelajaran yang telah muncul dan
berkembang. Namun teori pembelajaran yang ada saat itu mereka anggap masih
kurang sempurna, hingga akhirnya menginspirasikan beberapa tokoh psikologi
untuk menyikapi kekurangan-kekurangan dari beberapa teori belajar yang lebih
awal yang dianggap masih ada beberapa celah kekurangan, yang diantaranya adalah
teori behavioristik. hal ini juga berlaku untuk teori pembelajaran kognitif itu
sendiri. Seiring berkembangnya zaman selanjutnya pasti akan ditemukan
kekurangan-kekurangan dari teori kognitif ini dalam menjawab tuntutan zaman.
Hal tersebut sekaligus memberikan inspirasi bagi tokoh psikologi (di era
selanjutnya) untuk mengkonstruksi teori baru yang lebih mampu untuk menjawab
tuntutan zaman.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian belajar kognitif ?
2. Apa saja macam-macam teori belajar kogbutif ?
3. Siapa tokoh-tokoh pada teori belajar kognitif, dan apa
pemikirannya ?
C. Tujuan Penulisan
Sehubungan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa pengertian belajar kognitif,
apa saja macam-macam teori belajar kognitif, dan siapa tokoh dan apa
pemikirannya tentang belajar kognitif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Belajar Kognitif
Belajar
kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi,
terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang
dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal
berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar
merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga
diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan
nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai
akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.
B. Macam-macam
Teori Belajar Kognitif
Yang termasuk teori belajar
kognitif adalah:
1. Teori belajar Pengolahan Informasi
Gambar tersebut menunjukkan titik awal dan akhir dari peristiwa pengolahan
informasi. Garis putus-putus menunjukkan batas antara kognitif internal dan
dunia eksternal. Dalam model tersebut tampak bahwa stimulus fisik seperti
cahaya, panas, tekanan udara, ataupun suara ditangkap oleh seseorang dan
disimpan secara cepat di dalam sistem penampungan penginderaan jangka pendek.
Apabila informasi itu diperhatikan, maka informasi itu disampaikan ke memori
jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja. Apabila informasi di dalam
kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan, maka dapat dimasukkan
ke dalam memori jangka panjang.
Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka
pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi
karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah
ada di dalam memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu
terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.
2. Teori belajar Kontruktivisme
Teori belajar Kontruktivisme
memandang bahwa:
- Belajar berarti mengkontruksikan makna atas
informasi dari masukan yang masuk ke
dalam otak.
- Peserta didik harus
menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya
sendiri.
- Peserta didik sebagai individu yang selalu
memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan
prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila
sudah dianggap
tidak bisa digunakan lagi.
-
Peserta
didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya.
Teori Kontruktivisme menetapkan 4
asumsi tentang belajar, yaitu:
- Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta
didik yang terkibat dalam belajar
aktif.
- Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik
yang membuat representasi atas
kegiatannya sendiri.
- Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta
didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain.
-Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba
menjelaskan obyek
yang tidak benar-benar dipahaminya
Slavin
menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
- membuat catatan
- belajar kelompok
- menggunakan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review.
C. Tokoh-Tokoh Aliran Kognitif
1. Teori
Belajar Cognitive Developmental Dari Piaget
Dalam
teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari
fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog
developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi
serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut
Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang
sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,
melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak
yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi beberapa
tahap
yaitu:
a.
Tahap sensory
– motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2
tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih
sederhana.
Cirri-ciri tahap sensorimotor :
1)
Didasarkan
tindakan praktis.
2)
Inteligensi
bersifat aksi, bukan refleksi.
3)
Menyangkut
jarak yang pendek antara subjek dan objek.
4)
Mengenai
periode sensorimotor:
5)
Umur
hanyalah pendekatan. Periode-periode tergantung pd banyak faktor: lingkungan
sosial dan kematangan fisik.
6)
Urutan
periode tetap.
7)
Perkembangan
gradual dan merupakan proses yang kontinu.
b.
Tahap pre
– operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7
tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa
tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak
abstrak.
c.
Tahap concrete
– operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan
dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah
tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
d.
Tahap formal
– operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia
11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir
abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
Dalam
pandangan Piaget, proses adaptasi seseorang dengan lingkungannya terjadi secara
simultan melalui dua bentuk proses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi
jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi
jika struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang harus direkonstruksi
/ di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.
Dalam teori
perkembangan kognitif ini Piaget juga menekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi)
agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus
menjaga stabilitas mentalnya.Equilibrasi ini dapat dimaknai sebagai sebuah
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamya. Proses perkembangan intelek seseorang
berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
D.
Beberapa
teori dan tokoh lain
Selain tiga
tokoh diatas berikut kami sampaikan secara singkat beberapa tokoh lain
yang juga menjadikan teori kognitif sebagai pijakan dalam mengembangkan teori
yang mereka kemukakan.
Salah satu
teori kognitif yang juga sering dijadikan acuan adalah teori gestalt.
Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang
meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt
Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum
pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight
pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang
terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan
belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan
antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan
keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih
meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
Selanjutnya
tokoh dari teori kognitif adalah Kurt Lewin (1892-1947). Mengembangkan suatu
teori belajar kognitif-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan
psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu
medan kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut
life space. Life space mencankup perwujudan lingkungan di mana individu
bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material yang ia
hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar
berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan
sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari stuktur
medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal
individu. Lewin memberikan peranan lebih penting pada motivasi dari reward.
Seiring
perkembangan teknologi, teori kognitif ini juga dikorelasikan dengan kecerdasan
yang ada pada teknologi mutahir, khususnya komputer, yang diistilahkan dengan kecerdasan
buatan (artificial intelegence). Kecerdasan ini didefinisikan dengan,
sebuah studi tentang bagaimana membuat komputer mengerjakan sesuatu yang dapat
dikerjakan manusia (Rich, 1991). Tokoh lain mengatakan, Suatu perilaku sebuah
mesin yang jika dikerjakan oleh manusia akan disebut cerdas (Turing, et. al,
1996). Program komputer untuk permainan catur, yang sekarang dapat mengalahkan
banyak manusia adalah salah satu contoh dari kecerdasan buatan.
Kebanyakan
ahli setuju bahwa Kecerdasan Buatan berhubungan dengan 2 ide dasar. Pertama,
menyangkut studi proses berfikir manusia, dan kedua, berhubungan dengan
merepresentasikan proses tersebut melalui mesin (komputer, robot, dll)
Menurut Winston dan Prendergast (1984), tujuan dari
Kecerdasan Buatan adalah:
a. Membuat mesin menjadi lebih pintar (tujuan utama).
b. Memahami apakah kecerdasan (intelligence)
itu (tujuan ilmiah).
c. Membuat mesin menjadi lebih berguna (tujuan
enterprenerial).
E. Belajar
Sebagai Proses Kognitif
Teori
kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,
menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi
menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses
belajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisi
seseorang (Mulyati, 2005)
Teori
belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu
sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar
adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak
selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Dari beberapa
teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat
pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan
dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika
keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi
kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam
proses pendidikan.
Sebagai
misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi
pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa
justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat
penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi
kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh
karenanya menurut teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas
membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh
siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna.
Dari poin
diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif
diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta
dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk
menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem
pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter
masing-masing teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun
karakteristik peserta didiknya.
F..Gagasan-Gagasan Kunci di Dalam Psikologi Kognitif dalam konteks pendidikan.
Kognisi
umumnya bersifat adaptif, namun tidak semua kasus. Evolusi
telah membantu kita dengan baik dalam membentuk perkembang perangkat kognitif
yang sanggup menangkap secara kuat rangsangan dari lingkungan. Perangkat
kognitif ini membuat kita mampu untuk memahami rangsangan internal yang membuat
sebagian besar informasi bisa tersedia bagi kita. Kita bisa memahami, belajar,
mengingat, menalar dan memecahkan masalah dengan keakuratan tinggi. Rangsangan
apapun dapat memecahkan perhatian kita dengan mudah dari memproses informasi
dengan benar. Namun begitu, proses-proses sama yang membawa kita kepada
pemahaman, pengingatan, dan penalaran akurat dikebanyakan situasi bisa juga
membawa kita pada situasi kebingunan. Proses memori dan penalaran kita, rentan
terhadap kekeliruan sistematik tertentu yang dikenal dengan baik. Contoh, kita
cenderung menilai secara berlebihan informasi yang mudah kita terima,
bahkan kita melakukan kekeliruan ini ketika informasi tersebut sama sekali
tidak relevan dengan persoalan yang sedang dihadapi.
Proses
kognitif berinteraksi satu sama lain termasuk denga proses-proses non-kognitif. Meskipun
para psikolog kognitif sering kali mengisolasi fungsi dari proses-proses
kognitif tertentu. Contoh proses-proses memori bergantung pada proses-proses
persepsi. Apa yang anda ingat , sebagian bergantung kepada yang anda pahami.
Dengan cara yang sama, proses berfikir bergantung sebagian kepad proses memori,
contoh Anda tidak bisa merefleksikan apa yang anda ingat. Proses-proses
kognitif juga berinteraksi dengan proses-proses non-kognitif, contohnya anada
bisa belajar lebih baik ketika termotivasiuntuk belajar. Walaupun demikian
pembelajaran anda tampaknya akan melemah jika merasa anda merasa jengkel
terhadap sesuatu dan tidak bis berkonsentrasi pad atugas pembelajaran yang
sedang dihadapi.
Salah satu
wilayah psikologi kognitif yang paling menarik dewasa ini adalah saling
berkaitan antara analisis yang kognitif dan biologis. Contohnya menjadi mungkin
untuk menentukan tempat aktifitas didalam otak yang berkaitan dengan
jenis-jenis proses kognitf. Akan tetapi kita tidak boleh langsung mengasumsikan
kalau aktifitas biologis adalah penyebabutama aktifitas kognitif. Riset justru
menunjukkan bahwa proses pembelajaranlah yang menyebabkan perubahan-perubahan
di dalam otak. Dengan kata lain proses-proses kognitif dapat mempengaruhi
struktur-struktur biologis sama seperti struktur biologis mempengaruhi proses
kognitif. Sistem kognitif tidak bekerja secara terisolasi, namun bekerja dengan
sistem lain.
Kognisi
perlu dipelajari lewat beragam metode ilmiah. Semua proses kognitif perlu
dipelajari lewat beragam operasi yang saling melengkapi. Artinya beragam metode
studi untuk mencari suatu pemahaman umum. Semakin banyak perbedaan jenis teknik
yang mengarah kepada kesimpulan yang sama, semakin tinggi keyakinan yang bisa
kita miliki mengenai kesimpulan tersebut. Contohnya, studi-studi tentang waktu
reaksi, tingkat kekeliruan dan pola perbedaan individual, semua mengarah pada
kesimpulan yang sama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian
unsur- unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami
stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan
pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi. Teori belajar
kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi
dalam akal pikiran manusia.
Yang termasuk teori belajar kognitif adalah Teori belajar Pengolahan
Informasi, dan teori belajar Kontruktivisme. Slavin menyarankan 3 strategi
belajar efektif,
Yaitu membuat catatan, belajar kelompok, menggunakan metode PQ4R (preview,
question,
read, reflect, recite, review).
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak
menjadi
beberapa tahap yaitu:
a.
Tahap sensory
– motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi
pada usia 0-2 tahun, Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan
motorik dan
persepi yang masih sederhana.
b. Tahap pre
– operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7
tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa
tanda, dan telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak
abstrak.
c.
Tahap concrete
– operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan
dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak
sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif.
d.
Tahap formal
– operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia
11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalahanak sudah mampu berpikir
abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”.
B. Saran
Teori
perkembangan ini telah sedikit banyak memberi panduan kepada seluruh
stakeholder pendidikan, khususnya praktisi pendidikan, tentang perkembangan
yang dilalui oleh seseorang anak didik dan setiap anak didik tersebut adalah
berbeda dari segi perkembangan kognitifnya yang kemungkinan dipengaruhi oleh faktor-faktor
internal maupun eksternal mereka seperti bakat, lingkungan, makanan, kecerdasan
dan sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiningsih C. Asri, Belajar dan
Pembelajaran, Rineka Cipta, Yogyakarta , 2004.
F. Hill, Winfred, Theories
Of Learning; Teori- Teori Pembelajaran, Alih Bahasa M. Khozim, Nusa Media,
Bandung, 1990.
Mulyati, Psikologi Belajar, Andi,
Surakarta, 2005.
Stenberg, Robert J. Psikologi Kognitif Edisi Keempat,
Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2008.
Seivert, Kelvin, Manajemen
Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan, IRCiSoD Yogyakarta, 2008.
Rifai, Achmad dan Tri Anni, Catharina. Psikologi
Pendidikan. Unnes Press, Semarang, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar