MAKNA BELAJAR |
Berangkat
dari alur pikiran pakar di atas, maka sesungguhnya belajar dilakukan
melalui proses imajinatif dan kreatif. Bukan semata-mata teori yang
diberikan kepada pembelajar. Seabrek teori yang dijejalkan kepada
pembelajar, tidak akan mengantarkannya kearah mengalami sesuatu. Apalagi
teori-teori tersebut dimaksudkan untuk mengejar target atau nilai
tertentu. Sesungguhnya yang terpenting dari belajar adalah bukan nilai,
tetapi pengalaman yang diperoleh melalui proses imajinatif dan kreatif,
sehingga memiliki kebermaknaan bagi pembelajar.
Dalam
sistem pendidikan nasional kita, para pembelajar (siswa di sekolah)
dihadapkan pada muatan kurikulum yang banyak dan padat. Mereka harus
mampu menguasai puluhan materi pelajaran yang diukur dari Kreteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Mereka pun dihadapkan pada tuntutan untuk
mencapai target (nilai) tertentu yang ditetapkan dalam sistem
evaluasi/penilaian akhir (ujian sekolah, ujian nasional). Oleh karena
itu, pembelajaran dalam praktiknya di lapangan (sekolah) tidak
sepenuhnya mengedepankan proses, melaikankan lebih diarahkan untuk
mencapai target / nilai tertentu. Akibatnya, peserta didik (pembelajar)
kurang atau bahkan tidak memperoleh pengalaman belajar yang bermakna
bagi dirinya. Bisa jadi sistem ini banyak melahirkan peserta didik yang
berprestasi tinggi (memeproleh nilai setinggi-tingginya). Tetapi, proses
mengalami sesuatu sampai mereka memperoleh prestasi tinggi itu tidak
dijalaninya.
Begitu
peserta didik lulus dari satuan pendidikan, karena telah mampu memenuhi
target/nilai yang ditetapkan, mereka bingung mau jadi apa, dan mau
melanjutkan ke sekolah apa atau ke jurusan apa di perguruan tinggi.
Kebigungan ini timbul sebagai akibat ketidaktahuan mereka tentang
kompetensi yang menunjul pada dirinya (tidak tahu berkompeten di bidang
apa). Kebingungan mereka semakin terasa, mana kala nilai tinggi yang
diperoleh sewaktu ujian sekolah (US) dan ujian nasional (UN) tidak dapat
dijadikan tiket/jaminan masuk ke sekolah yang lebih tinggi (SMP, SMA,
SMK) atau ke perguruan tinggi. Hasil itu diragukan oleh sekolah yang
dituju atau oleh perguruan tinggi, sehingga mereka harus lagi melalui
proses ujian penerimaan siswa baru atau mahasiswa baru. Jadilah mereka generasi-generasi yang tidak tahan banting, kalah bersaing.
Marilah
kita sadari, mendidik peserta didik di sekolah tidak hanya untuk
mengejar nilai setinggi-tingginya melulu atau hanya untuk memperoleh
ijazah semata-mata. Bersekolah itu untuk belajar dan belajar itu untuk
meraih ilmu. Belajar itu berjuang melalui proses imajinatif dan kreatif.
Penentu kebijakan harus menyadari ini sepenuhnya, sehingga bijak dalam
menetapkan muatan kurikulum yang diatur dalam Sistem Pendidikan
Nasional, dan bijak dalam menentukan sistem ujian akhir sekolah (UN dan
US) yang tidak semata-mata mengejar target (nilai) atau kelulusan.
Jerowaru, Lombok Timur, 15 Mei 2012.
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/15/makna-belajar-457398.html
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/15/makna-belajar-457398.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar