Minggu, 22 Desember 2013

KISAH PERJALANAN HIDUPKU

Nama saya Lisdha Zumayanti. Saya tinggal di dusun Air Batu, kecamatan Membalong, kepulauan Belitung. Saya berasal dari keluarga yang sederhana, dari dua bersaudara dengan adik laki-laki yang super bawel yang bernama Zondi Riga Herbawanta. Tapi walaupun begitu saya sangat sayang keluaga. Saya di didik dengan didikan yang lumayan keras, bapak saya termasuk orang yang lumayan tegas dengan anak-anaknya, apalagi dalam hal pendidikan. Tapi saya mengerti dibalik didikannya yang keras dia punya tujuan yang baik, yaitu ingin menajadikan anak-anaknya orang yang sukses. Orang tua saya bertekad keras untuk menjadikan anak-anaknya agar sukses kelak. Sejak kecil saya sudah punya cita-cita, saya bertekad ingin jadi seorang dokter. Umur saya sekarang baru mau menginjak 19 tahun. Saya lahir tahun 1995, kelahiran asli Air Batu.

       Masa Taman Kanak-Kanak

Pendidikan awal saya dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK). Pada tahun 1999 saya masuk TK. Sejak itu saya berumur 4 tahun. Saya sekolah TK di Kecamatan Badau, nama Tk-nya adalah TK Pembina. saya senang sekali waktu TK dulu, saya bisa berbaur dengan banyak teman. Waktu TK, saya adalah seorang murid yang rajin, guru saya pun sangat senang dengan saya. Nama guru TK saya adalah ibu Poni. Saya ingat betul ketika ibu Poni memberikan pujian kepada saya berupa kata-kata, tapi saya lupa kata-katanya apa. Itu karena saya bisa mengerjakan apa yang disuruh ibu Poni, sedangkan teman-teman yang lain tidak ada yang bisa. Karena pada saat itu saya salah satu murid yang lumayan pintar dikelas. Setiap pagi ibu saya selalu mengantarkan saya ke sekolah TK, menggunakan sepeda yang sederhana. Jarak TK dari rumah saya waktu itu lumayan jauh, kurang lebih 3 km. terkadang bergantian bapak yang mengantar saya, tapi lebih sering sama ibu. Aku ingat sekali, dulu waktu TK aku sering datang paling pagi ke sekolah TK. Anak-anak yang lain belum satupun yang datang, aku sudah datang. Dan itupun hampir setiap hari terjadi. Tapi ibuku tetap setia menunggu hingga guruku datang. Ketika ibu Poni sudah datang barulah ibuku pulang. Saya termasuk anak yang cengeng dan manja, juga pemalu. Saya masih ingat sekali dulu. Ketika pulang TK. Teman-teman semua sudah pulang dijemput orang tuanya, tapi orang tua saya belum datang untuk menjemput. Kebetulan ibu Poni belum pulang, lalu beliau mengajak saya untuk pulang sama beliau. Karena kebetulan rumah kita satu arah, dan lumayan berdekatan. Dengan nada pelan, suara kecil dan gelengan kepala saya menolak ajakan ibu Poni itu. Beberapa kali ibu Poni tetap memaksa mengajak saya pulang dengannya, tapi saya tetap tidak mau. Saya tetap akan menunngu orang tua saya menjemput. Karena sifat malu saya tadi, makanya saya tidak mau. Tahun 2000 saya selesai sekolah TK, dan sekolah TK saya berakhir sangat menyenangkan. Karena saya dapat gelar sebagai murid terbaik di kelas diantara teman-teman yang lain. Saya sangat senang sekali waktu itu dan saya melihat senyum indah terukir diwajah orang tua saya.

Setelah selesai sekolah TK saya melanjutkan sekolah SD di SD Negeri 13 Membalong. Pada saat saya masuk SD orang tua saya bersama dengan saya pindah tempat tinggal ke Air Batu. Alasan kenapa kita pindah saat itu karena ingin tinggal dekat dengan nenek dan kakek yang ada di Air Batu. Saat pindah rasa sedih dan senang bercampur jadi satu, sedih karena harus meninggalkan teman-teman akrab saya waktu dulu. Tetapi ada senangya juga, karena akan sering bertemu dan tinggal bersama dengan kakek dan nenek.

Masa Sekolah Dasar
Saya masuk SD umur 5 tahun. Saya sudah dibolehkan masuk SD dengan umur 5 tahun dengan alasan karena saya sebelumnya sudah TK. Jadi mereka berpikir saya sudah bisa membaca dan menulis. Waktu SD saya kembali memiliki teman yang baru, entah bagaimana kabar teman lama saya waktu TK. Saya sangat merindukan mereka. Pertama kali masuk SD masih sangat malu, selain itu juga penakut. Karena itu pertama kalinya bertemu dengan teman-teman baru lagi. Seiring berjalannya waktu saya mulai bisa berbaur dengan teman-teman baru saya. Nama guru kelas saya waktu itu adalah Bapak Mansyur. Beliau adalah seorang guru yang sayang sekali dengan anak muridnya, mengajar dengan tulus dan sabar, meskipun saat itu anak didiknya sangat nakal-nakal, tapi beliau tak pernah berkata kasar apalagi sampai main tangan dengan anak muridnya.
Sama halnya dengan waktu saya TK, kata guru saya “saya termasuk anak dalam kategori pintar di kelas dibandingkan dengan anak yang lainnya.” Namun bukan berarti teman-teman yang lain tidak pintar dan tidak bisa. Ketika pembagian hasil belajar (raport), saya menjadi juara kelas saat itu. Saya sangat senang sekali, tak disangka – sangka saya dapat juara dengan nilai tertinggi di kelas. Ketika sampai di rumah, saya langsung memberitahu orang tua saya kalau saya mendapat juara kelas, mereka tersenyum bangga melihatnya anaknya menjadi juara kelas.
Setelah naik ke kelas 2, SDN 13 Membalong dipisah menjadi 6 sekolah, yaitu SD Membalong 1, 2, 3, 4, 5 dan Inpres. Kebetulan saya kena pemindahan ke SD Membalong Inpres. Akhirnya, karena orang tua beranggapan bahwa guru-guru yang terbaik itu berada di SD Membalong 1, maka saya dipindah kembali ke SD Membalong 1. Guru kelas 2, bernama ibu Yuni, orangnya cukup pendiam dan penyabar. Banyak pengalaman-pengalaman kecil disini, termasuk kegiatan-kegiatan yang “mendebarkan dan menakutkan”, yaitu mengunjungi “gudang” sekolah. Banyak cerita-cerita beredar bahwa gudang tersebut berhantu, ada sumur tua di dalamnya, dan lain-lain yang tentu saja membuat takut sekaligus penasaran untuk anak SD.
Kelas 3, diasuh oleh seorang Bapak guru, nama beliau Bapak Ali. Menurut saya beliau adalah seorang guru yang memiliki talenta luar biasa, mengajar dengan penuh kesabaran, beliau tak pernah kasar dalam mengajar, beliau selalu mengerti dengan kondisi anak SD yang cenderung masih senang bermain. Di kelas 3 ini saya sangat senang bermain voli, bahkan  merupakan atlet voli. karena begitu tekunnya dalam bermain voli, saya dikirim ke provinsi untuk mewakili SD saya. Senang sekali, karena sudah lama saya mengharapkan untuk bisa ikut tanding voli. Dan satu hal yang tak disangka pada saat itu saya pernah mendapat juara 2 se-provinsi.
Pada masa SD ini sepertinya badai ekonomi mulai menghantam keluarga. Selama 6 tahun, hampir bisa dihitung dengan jari, ibu memberikan uang jajan maupun uang untuk transportasi saya. Masih segar dalam ingatan, kotak bekal yang diberi serta kotak air putih yang dibawa setiap hari. Isinya kadang nasi dengan ikan, atau nasi dengan telur mata sapi. Atau kadang roti dengan telur mata sapi. Kalau jam istirahat tiba, saya pasti menjauh ke gedung SD Membalong Inpres dan makan di pojokan, karena takut dimintai oleh teman-teman (soalnya kalau diminta pasti tidak akan cukup). Kadang melihat teman belanja di warung, terasa amat ngiler tapi apa daya tidak ada uang di kantong. Kalaupun ada, cuman dengan pesan yang amat kuat, hanya digunakan kalau terpaksa. Jadi menikmati makanan hanya kalau diberi teman atau dibayarkan.
Kelas 4, mulai merasakan kerasnya hidup, karena biaya antar jemput juga cukup terasa, ibu dalam kondisi mengandung adik saya, akhirnya saya mengajukan diri untuk berjalan kaki saja pulang pergi ke sekolah. Yah, memang tidak terlalu jauh, sekitar 1 sampai 1,5 Km saja dari rumah, tapi untuk ukuran anak SD itu cukup lumayan. Kalau hujan, dengan menggunakan mantel hujan dan sepatu dimasukkan dalam kantong plastik, tetap berjalan kaki menembus derasnya hujan.
Kelas 5, saya menemui guru yang paling berkesan, yaitu Bu Zuriah, selama 2 tahun sampai kelas 6 beliau terus mengajar saya. 1 pelajaran yang paling berkesan dan yang paling berharga adalah pelajaran matematika yang dibawakan oleh beliau. Saat teman-teman secara sembunyi-sembunyi sudah menggunakan kalkulator (dimana saat itu hanya dimiliki maksimal 3 orang saja, karena harganya selangit menurut kantong anak SD), juga oleh beliau sangat haram digunakan di kelasnya. Beliau selalu berkata “Tuhan menciptakan jari kalian berjumlah 10 itu ada maksudnya, juga Tuhan menciptakan otak kalian itu ada maksudnya, maka gunakanlah jari dan otak kalian untuk menghitung.” 1 istilah yang beliau gunakan untuk istilah “mencongak”  adalah “komputer otak”  dimana komputer saat itu adalah sebuah benda yang hanya ada di alam mimpi. Otak saya amat terasah pada kelas 5 dan 6 ini, dimana perhitungan-perhitungan harus dilakukan tanpa kalkulator, kertas dan pensil. Baru boleh menggunakan pensil dan kertas untuk perhitungan yang cukup rumit. Doa terus saya panjatkan untuk ibu guru Zuriah dimanapun beliau berada sekarang. Saya tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini tanpa Beliau.
Pada masa SD ini rupanya bakat seni saya muncul. Tak tau bagaimana, tiba-tiba ditunjuk menjadi anggota paduan suara. Akhirnya sukses dengan tampil dalam pergelaran seni SD saya. Selain kisah-kisah diatas, rupanya penyakit lumayan parah menyerang saya juga diwaktu SD ini. Dimulai dengan batuk yang berkelanjutan hingga 3 bulan lamanya sampai dengan flu yang tidak pernah berhenti. Akhirnya, pada saat di periksa, dokter memvonis, kena Bronchitis dan dengan konsekuensi, tidak boleh ikut semua pelajaran olahraga, tidak boleh mandi malam, kedinginan dan lain-lain. Akhirnya selama 2 minggu, setiap 2 hari sekali, pada jam istirahat sekolah, saya harus ke Rumah Sakit Alma untuk suntik Penicilin. Masih teringat setiap 2 hari sekali bergiliran pantat kiri dan kanan disuntik. Penyakit flu, rupanya diakibatkan karena alergi debu, maka sukses juga setiap bulan ke dokter THT untuk dibersihkan. Masih ingat perasaan gak enak saat kapas dimasukkan ke dalam hidung untuk dibersihkan. Tapi alhamdulillah sekarang ini penyakit itu sudah tak ada lagi berkat periksa ke dokter secara teratur. Selain itu saya juga tidak ada kendala lagi untuk melakukan olahraga.
Itulah kisah jaman SD yang penuh lika-liku, selama SD dari kelas 1 hingga kelas 6 saya selalu menjadi juara kelas, dan itu akan saya pertahankan untuk tingkat SMP. Dan kisah di SD ini diselesaikan dengan EBTANAS, saya lulus dengan NEM 42,51 (lumayan untuk 5 mata pelajaran).
Masa Sekolah Menengah Pertama
Babak baru kehidupan dimulai. Mulai dengan kesana-kemari mengajukan pendaftaran SMP sampai ngurus berkas kiri kanan. Di Simpang Rusa, ada 2 sekolah yang dinyatakan favorit, yaitu SMP Negeri 1 dan SMP Negeri 3. Berhubung standar NEM di SMP 3 lumayan tinggi, yaitu 43,00 maka saya didaftarkan di SMP Negeri 1, Jl. Raya Simpang Rusa. Kenapa di sekolah ini ? Karena rupanya selain favorit juga ibu dan saudara-saudara saya sebagian besar lulusan dari sekolah ini.
Masa-masa sulit berlanjut disini. Sambil mengurus adikku yang kecil, ibu mulai berjualan es, baik es batu, es lilin maupun es kue. Masih teringat jelas bagaimana setiap jam 4 sore ibu ke pasar, membeli bahan-bahan es, terdiri dari plastik, tepung hunkwe, gula, perasa dan pewarna. Jam 6 sore mulai memasak air untuk es tersebut (Kami tidak pernah menggunakan air mentah, karena ibu sangat memperhatikan kesehatan) dan memasukkan es ke dalam plastiknya. Disini saya sering membantu untuk mengikat plastik-plastik tersebut dengan karet gelang dan memasukkan ke dalam freezer. Jam 12 malam ibu selalu membalik es tersebut, agar manisnya merata tidak berkumpul di bagian bawah saja. Jam 3 atau 4, es kue yang harus dibalik. Jam setengah 6 memasukkan es tersebut ke dalam termos es.
Saya setelah mandi dan bersiap ke sekolah dengan berpakaian sekolah membawa 2 termos es, termos yang satu dititipkan di SD N 9 Lassar dan yang satunya lagi saya bawa ke sekolah. (kadang naik angkot dan kadang berjalan kaki) dengan jarak 2 Km dari rumah. Pada masa-masa ini, sepeda keranjang sedang marak-maraknya, kadang iri melihat anak-anak lain berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda, sedangkan saya jalan kaki dengan menenteng termos es. Setelah menitipkan termos es tersebut kepada sepupu yang menjual es di SD itu, saya melanjutkan berjalan kaki ke sekolah.
Kebiasaan membawa bekal masih berlanjut sampai SMP, tapi dari hasil menjual es, kadang ada Rp. 500 – 1000 yang bisa dibawa. Itu digunakan untuk membeli Ubi Kayu kalau sedang tidak membawa bekal. Makan mie bakso adalah hal yang luar biasa langka, karena harganya yang lumayan tinggi (Rp. 2500) dan biasanya hanya terjadi kalau ditraktir oleh teman. Sepulang sekolah, biasanya singgah ke taman bacaan (namanya taman bacaan Indah), karena memang saya hobi membaca, dengan Rp. 500 – 1000 bisa membawa pulang buku cerita 5 sekawan. Tapi biasanya saya membaca buku dulu disana menunggu waktu pulang anak-anak SD. Setelah jam 1 atau setengah 2, kembali ke SD N 9 Lasaar tadi untuk mengambil termos es yang kosong, dan melanjutkan berjalan kaki ke rumah. Sampai di rumah, saya mencuci termos es dan mengisi dengan yang baru serta menjajakan es keliling. Es...essss…..esssss siapa mau beli esssssss.
Ngomong-ngomong soal hobi, hobi membaca saya sepertinya tumbuh dengan amat subur di masa SMP ini. Berhubung TV dirumah hanya hitam putih, fisik yang agak sulit untuk bermain secara fisik dengan teman-teman lain,  maka pelarian utama adalah membaca. Sampai selalu dijuluki “kutu buku.” Kalau ke rumah sepupu yang sudah SMA, yang pertama dicari adalah koran , majalah atau malah buku pelajaran mereka. Pada saat ini juga saya menjadi anggota perpustakaan wilayah, dimana rutinitas meminjam buku setiap 3 hari sekali (untung karena gratis) selalu dilakukan. Satu prestasi yang cukup membanggakan, adalah pernah mejadi Juara 2 Lomba Minat Baca se-Propinsi Bangka Belitung.
Lika-liku hidup mulai terbangun sejak di SMP ini, dan saya mulai terbuka dengan kondisi ekonomi dan kondisi sekitar keluarga. Disinilah saya belajar banyak untuk tidak terlalu banyak menuntut apa-apa, disinilah saya belajar untuk menghargai apa adanya. Guru yang saya ingat hanya beberapa, yaitu Guru Bahasa Inggris (yang berhasil membuat pelajaran Bahasa Inggris menjadi amat menyenangkan), Guru Olah Raga (Pak Tri Nugroho, yang paling mengerti dengan anak muridnya) dan guru Tata Boga yang bernama Ibu Yulianti, yang mengajar membuat kue di rumahnya, menyuruh anak-anak membawa rantang/panci besar, dan akhirnya setiap anak hanya memperoleh 1 potongan kecil.
Sama halnya pada saat di SD, saya selalu menjadi juara kelas di SMP. Dan itu akan saya pertahankan lagi untuk jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan di SMP ditutup dengan EBTANAS dan dengan NEM 46,20. Memang tidak sebaik di SD, tapi pada zaman itu sudah cukup tinggi dan memperoleh juara Umum 2 di SMP Negeri 1 Simpang Rusa.
Masa Sekolah Menengah Atas
NEM 46,20 rupanya cukup ampuh untuk menembus beberapa SMA di Tanjungpandan, tapi pengalaman hidup yang telah saya alami memberikan sebuah keputusan bahwa saya tetap harus kuliah. Jadilah saya masuk SMA Negeri 2 Tanjungpandan. Dan mulai dengan segala yang baru dan suasana yang juga baru. Masa-masa yang penuh dengan pengalaman baru, kini telah kulewati. Dan bersiap untuk memulai jenjang perkuliahan. Singkatnya cerita ini akan saya mulai.
Sekolah Menengah Atas, jenjang pendidikan yang lebih tinggi dari SMP, dan disinilah saya memulai banyak pengalaman baru yang takkan bisa saya lupakan. Begitu lulus dari Sekolah Menengah Pertama, saya pun menentukan pilihan Sekolah lanjutan yang tidaklah mudah. Dengan Nilai kelulusan yang cukup baik pada saat itu, saya merasa cukup siap untuk memilih SMA di Tanjungpandan.
Memasuki gerbang SMAN 2 Tanjungpandan, Masa Orientasi Siswa (MOS) dimulai dengan hati berdebar-debar. Awal upacara pembukaan, saya ditunjuk sebagai salah satu siswa perwakilan untuk memulai MOS secara simbolis. Kaget ! mengapa saya ? mengapa bukan yang lain ? Saya ditunjuk oleh seorang kakak kelas yang bernama "Eka", Salah seorang kakak kelas OSIS yang sangat pintar Bahasa Inggris. Tahu apa yang terjadi? Buruk sekali baris-berbarisku pada masa itu, tidak ada basic skill baris berbaris, tapi dia bilang "masih pertama kali ini, nanti juga bagus". Setidaknya bisa menghiburku pada saat itu, walau memalukan.
Kemudian hari-hari awal MOS, saya berkenalan dengan sejumlah teman. Ingat sekali saya, berkenalan dengan Desi Aryani, anak yang saya kira awalnya asal-asalan, ternyata memang diam-diam pintar. Memandang ke bangku lain, dengan Rahmat Aji atau biasa dipanggil 'Mamat', sahabat yang duduk disebelah Olganiza. Begitupun dengan yang lainnya. Ada Taufik Ismail (topik) yang dari awal kelihatan seperti orang pintar, dan ternyata memang pintar. Dan Aulia Melani yang suka sekali sama game dan segala hal berbau komputer. Kemudian sampailah pada hari Pemilihan Ekstra kurikuler. Kebetulan Ekstra kurikuler yang ada di SMA N 2 Tanjungpanda cukup banyak. Dan pilihan pada waktu itu wajib 2 pilihan, yang padahal nyatanya tidak sejalan dengan apa yang kita pilih.
Saya memilih PMR dan KIR. Kenapa pilih PMR ? berbeda dengan 2 ekstra kurikuler lainnya, yaitu Pramuka dan PASKIBRA. Dan saya memilih KIR, kenapa ? Saya rasa KIR cukup menyenangkan. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata saya mulai malas buat ikut ekstra kurikuler yang banyak maunya tapi anggotanya ternyata tidak tahu kemana sebenarnya ekstra kurikuler itu berorientasi. Anggota yang jarang datang hilang begitu saja membuat saya ikut menghilang. Lama kelamaan, saya pun lepas dari PMR, namun masih berkutat dengan KIR.
17 Agustus, Hari Raya Kemerdekaan yang akan dimeriahkan oleh penampilan dari PASKIBRA, saya ikut di dalam pasukan itu. Bagian pasukan depan, kebetulan tinggi saya memenuhi kriteria. Dari situlah saya memulai aktif di PASKIBRA, sampai pada kelas 11, saya terpilih menjadi ketua. Tak pernah terpikirkan kalau saya akan seperti ini, dan secara tak langsung, saya adalah bagian dari anggota OSIS. Menyenangkan karena teman-temanku bertambah banyak seketika.
Di masa Kelas 11, saya berkenalan dengan orang-orang baru di kelas 11 IPA 2, terletak di paling pojok dekat WC. Berkenalan dengan sejumlah anak, disana terlihat gerombolan anak dari X4 yang masih duduk bersama, begitupun yang lainnya duduk secara berkelompok. Yogi Prasetio, anak yang bertubuh besar ini ternyata tidak bisa diam. Selalu ada saja yang dilakukannya. Masih ingat sekali kalau dulu dia jago sekali ngomong. Adapula Aryo Putra yang juga sama tidak bisa diam, sukanya lari-lari tidak jelas dikelas. Dan lagi, ternyata dikelas ini saya masih sekelas dengan Topik, Mamat, Olganiza dan lainnya.
Kemudian di masa kelas 12, tetap saya berada di kelas 12 IPA 2. Bersama dengan teman-teman dari 11 IPA 2 yang lalu. Tidak ada yang berubah strukturnya. Hanya perubahan ketua kelas, dari Aryo menjadi daniel. Kelas super gila ini tidak berbeda dengan kelas-kelas lain, namun kadang menyebalkan sekali ketika kita dihadapkan dengan para guru-guru yang selalu membanding bandingkan antara murid yang satu dengan yang lainnya. Sungguh menyenangkan berada dikelas ini, karena setiap harinya selalu saja ada bahan untuk tertawa.
Dan tibalah kami disaat-saat terakhir perpisahan. Setelah melewati serangkaian Tes Masuk Universitas, Ujian Nasional, beberapa dari kami sudah siap dengan universitasnya masing-masing. Namun bagi yang belum, mereka masih harus mengikuti serangkaian tes lagi. Perpisahan yang diadakan sekolah, bertempat di Gedung Serbaguna, Tanjungpandan,Belitung. Acara tersebut cukup megah. Dan terakhir penutupannya begitu menyentuh. Namun perpisahan bukan akhir dari segalanya. Tibalah pengumuman kelulusan, dimana hari semua anak merasa deg-degan menanti hasil Ujian Nasional. Dan alhamdulillah saya lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Mendapat peringkat ke 4 dari 6 kelas, yang terdiri dari 3 kelas IPA dan 3 kelas IPS. Saya sangat bangga, waaupun tidak menjadi 3 besar, tapi setidaknya masih 5 besar.
Nilai itu akan menjadi modal buat masuk perguruan tinggi, karena saya punya tekad untuk melanjutkan kuliah di luar pulau Belitung, yaitu ke Yogyakarta. Saat itu saya sempat mengikuti SNMPTN. Universitas yang saya pilih ada 2, yaitu UGM dan UNY. Dimana di UGM saya mengambil jurusan Ilmu Keperawatan dan di UNY saya ambil jurusan Pendidikan Kimia. Setelah selesai tes, saya berharap saya bisa lolos di salah satu Universitas yang saya pilih. Tapi takdir berkata lain, saat itu keberuntungan belum memihak pada saya. Dari kedua Universitas yang saya pilih tak ada satupun yang tembus.
Mendengar hal itu saya bergegas mencari universitas lain, dan pada saat itu saya mendaftar di Universitas Ahmad Dahlan dan memilih jurusan PGSD. Tanpa di tes, saya langsung bisa di terima di Universitas ini. Akhirnya perjuangan saya dalam mencari Universitas berakhir di UAD. Saya pun sudah harus siap untuk menetap di Yogyakarta, daerah Wirosaban persis di belakang Kampus UAD 5. Walaupun harus berada jauh dari orang yang saya sayang, saya harus tetap bersemangat! Dan akhir kata, untuk orang yang saya cintai, "percayalah, karena aku akan selalu merindukanmu, dan kembali untuk menemuimu."
Masa Perkuliahan
Masa-masa awal perkuliahan yang saya lalui di UAD sepertinya mirip dengan apa yang dialami teman-teman saya yang berkuliah di kampus lain, bahkan sepertinya Masa Orientasiatau Ospek yang saya alami di UAD tampaknya tidak seberat apa yang dialami teman saya di kampus lain. Singkat cerita, Masa Orientasi selesai dan saya ditempatkan di kelas 1E, di mana saya bertemu teman-teman yang serba unik dan menyenangkan. Seperti kebanyakan orang, adaptasi adalah proses yang cukup menyulitkan dan akan menentukan citra diri seseorang selama dia berada di dalam lingkungan tersebut, hal itu pun berlaku bagi saya. Saya adalah seseorang yang berkarakter pendiam dan pemalu, hal ini pun cukup menjadi penghalang tersendiri bagi saya dalam bergaul dengan teman-teman sekelas. Setelah menjalani perkuliahan selama satu minggu, saya mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kelas saya dan mulai dekat dengan beberapa teman. kuliah Konsep Dasar Matematika dan pada saat itu perkenalan satu persatu, ternyata ada satu orang mahasiswa yang juga berasal dari Belitung. Kemudian kita berkenalan dan akhirnya dekat dan menjadi sahabat hingga sekarang.  Ternyata, kuliah itu tidaklah sesantai yang saya bayangkan. Banyak tugas-tugas yang harus dipenuhi, baik tugas-tugas yang berasal dari dosen, maupun tugas-tugas yang lainnya. Dunia perkuliahan yang saya jalani selama semester pertama ternyata cukup berat dan tidak sesuai dengan khayalan saya selama ini. Meskipun demikian, terdapat berbagai hal dan peristiwa yang berkesan bagi saya. Hal-hal yang berkesan tersebut cukup menghibur saya di tengah-tengah kejenuhan yang sempat saya alami. Setelah melalui semester pertama, saya baru menyadari bahwa ternyata segala kesulitan yang saya alami selama ini cukup banyak memberikan manfaat bagi saya. Pada semester pertama ini saya mendapat IP yang cukup memuaskan, yaitu 3,70. Itu menjadi motivasi bagi saya untuk mempertahankan agar semester selanjutnya tidak boleh turun bahkan harus naik dari itu. Melihat kondisi IP saya yang cukup memuaskan, saya memutuskan untuk mendaftar beasiswa. Dan alhamdulillah saya lolos. Uangnya saya gunakan untuk membiayai biaya makan pebulan.
Perkuliahan semester dua dimulai. Dimana pada semester 2 ini akan sedikit lebih berat dibandingkan semester 1. Semester kedua merupakan masa di mana sangat banyak tugas yang harus dikumpulkan dalam waktu yang relatif cepat bagi saya. Tapi saya tetap harus semangat karena saya berpikir tak ada yang tak bisa jika kita mau usaha. Begitu banyak manfaat dan makna di balik setiap masa sulit yang saya tempuh. Ketidaksesuaian antara khayalan saya selama ini tentang dunia perkuliahan dengan kenyataan yang terjadi dalam dunia perkuliahan sesungguhnya, sekarang dapat saya maknai sebagai suatu kenyataan yang harus saya tempuh sekalipun berat dan menuntut banyak pengorbanan. Saya merasakan kepuasan tersendiri setelah saya berhasil menuntaskan tugas-tugas berat tersebut. pada semester 2 sedikit berita sedih yang saya alami, karena IP saya menurun drastis dibandingkan dengan semester 1. IP saya saat itu 3,48. Itu membuat saya kecewa. Untuk semester 2 saya tidak lagi memgajukan beasiswa.
Masuk ke semester 3, saya tiba-tiba ingat dengan cita-cita saya yang sejak kecil ingin menjadi seorang dokter. Tapi Allah berkehendak lain, mimpi itu tetunda. Saya tidak bisa mengambil jurusan itu karena beberapa kendala terutama biaya. Miris sekali, rasa kecewa terhadap orang tua pasti ada. Tapi apalah daya, saya hanya bisa pasrah. Mungkin Allah sudah menggariskan kalau saya lebih pantas untuk jadi guru SD. Itulah yang saya tanamkan dalam diri saya. Apalagi sekarang saya kuliah sudah hampir setengah perjalanan. Saya harus menjalani keadaan saat ini dengan sepenuh hati. Tetap sama di semester 3 ini tugas selalu setia menemani, malah semakin bertambah dibandingkan dengan semester 1 dan 2. Tapi saya tak putus asa, tugas saya kerjakan dengan sepenuh hati tanpa mengeluh. Karena saat ini saya berpikir, yang namanya orang belajar, pasti dipenuhi dengan tugas-tugas.
Saya memutuskan untuk mulai bersikap positif dalam menjawab segala tantangan perkuliahan selama 3 tahun ke depan. Saya jadi teringat akan dua pepatah klasik yang mengatakan “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian” dan “Hidup adalah perjuangan”. Saya menyadari bahwa setiap tantangan yang saya hadapi dalam dunia perkuliahan, meskipun itu berat, namun pasti kelak suatu hari nanti akan kembali mendatangkan manfaat bagi saya sendiri. Makna lainnya yang saya ambil sebagai salah satu pedoman hidup saya juga dicerminkan seperti pepatah yang ke-2, selama saya masih hidup, maka saya harus terus berjuang untuk menjawab tuntutan zaman, berjuang untuk meraih impian saya, berjuang demi masa depan saya.

Sekian kisah kegagalan dan kesuksesan saya dalam belajar sejak saya kecil hingga sampai saat ini, semoga kisah saya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi para mahasiswa yang mulai merasa jenuh dengan dunia perkuliahan. Hati boleh jenuh, namun jangan sampai semangat dalam menggali ilmu menjadi padam.

Hidup tanpa kegagalan itu tidak akan bisa menemukan apa itu kesuksesan
Karena kesuksesan yang paling besar dalam hidup adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
Jatuh itu biasa, bangkit itu yang luar biasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar